Aku dan Belenggu Pandemi (Cerita Inspiratif) #13



Oleh ; Dinda Ramadhani 
 
 

Tepat di hari senin siang itu, di presentasi yang hampir membosankan oleh sebagian besar mahasiswa, adalah hari terakhirku bersama mereka. Yaa, bersama mereka. Teman sekelasku dan juga dosen. Dengan kursi yang tertata rapi di salah satu kelas gedung 12, hari itu ternyata hari terakhir belajar bersama.
Senang dirasakan oleh aku dan teman-temanku. Karena dengan dirumahkannya kami, kami merasa bebas. Tidak perlu bangun terlampau pagi untuk bersiap pergi kuliah. Teman- temanku mulai kembali ke kampung halaman masing-masing, dengan perasaan senang dan juga khawatir. Apa? Khawatir..?
Ya, karna pandemi itu. Corona Virus Disease-19, atau kau mengenalnya dengan sebutan Virus Corona.
Awalnya hanya dua minggu.
Namun ternyata, mereka berkembang dengan tidak terkendali. Hingga berbulan-bulan lamanya.

Puluhan bahkan ratusan nyawa terinfeksi pada awalnya. Hingga kini, ribuan jiwa telah melayang karna dia. Makhluk yang tak tampak oleh mata itu ternyata cukup kuat untuk memporak-porandakan tatanan hidup manusia.
Masker dan hand sanitizer mulai langka, orang-orang dilarang keluar rumah, para pekerja di phk karna perusahaan tidak mendapatkan penghasilan adalah berita yang tak henti- hentinya merajai media. Aku mulai suntuk dengan situasi ini. Daring yang melelahkan dengan jaringan internet yang tersendat membuatku semakin frustasi. Tugas bagai mata air, selalu mengalir.
Sungguh, ini melelahkan sekali!
Rasa sesal mulai menghampiri diri. Kalimat-kalimat pengandaian dan keluhan mulai dilontarkan.
Ya Allah, aku capek.
Bosan.
Gara-gara corona ni, aku gabisa pergi kemana-mana.

Kepala dan raga sangat letih, pelajaran sulit untuk diterima, ketakutan akan terinfeksi menghantui diri sudah cukup membuat diri terasa tak berarti.
Hingga, waktu itu tiba...

Merenung dalam diam dan mendapatkan setitik pencerahan. Atau lebih tepatnya kesadaran?
Ah entahlah. Dan yaa, sedikit gundah dan sakitku terobati.
Awalnya dosenku memberikan tugas yang kuanggap cukup sulit. Membuat opini yang  tak pernah kubuat sebelumnya. Berkali-kali aku mencari refrensi. Dan yaa, semuanya tidak tepat.
Kepasrahaan mulai menghampiri diri, malas semakin menguasai diri.
Tiba-tiba, entah angin darimana, ketika dosenku memberitahu pengumpulan diundur seminggu lagi, semangat tiba-tiba muncul. Serasa muncul energi kembali. Kuusahakan untuk mencari refrensi yang tepat, dan hingga akhirnya.
Aku mendapatkan sertifikat itu.
Ya, walau hanya penghargaan sebagai peserta dalam tanda kutip ‘tidak menang’, ada kebanggan tersendiri.
Aku mengikuti lomba tingkat nasional. Nasional!
Dan wow, dapat sertifikat. Senang sekali rasanya. Ternyata tugas rebahan itu berguna juga, pikirku.
Ceritaku tak berhenti sampai disitu saja. Kisah yang lain mulai terbuka di kala pandemi ini. Seorang mahasiswa kupu-kupu mulai mengikuti organisasi.
Tepat sekali, aku ikut Tekad 1 dari Ukmi Ar-Rahman Unimed.

Mulanya hanya sekedar ditawari oleh teman, namun kurasa ada keyakinan tersendiri yang membawaku mengikuti kegiatan tersebut. Tidak ada firasat yang aneh-aneh kurasakan. Seperti keyakinanku teradahulu, aku akan menjadi manusia yang selalu pulang malam, tak punya batasan dan fikiran negatif lainnya. Keyakinanku membawaku untuk mengikuti Tekad 1, tanpa ragu.
Acara Tekad 1 dilakukan secara online melalui whatsapp. Tak seperti biasanya yang dilakukan di salah satu fakultas untuk mengumpulkan calon kader-kader Ukmi dan menerima materi. Di saat itu pula, pemikiranku mulai terbuka tentang agamaku sendiri. Materi dengan mudah kucerna, ilmu baru kudapat dan suasana positif juga tentunya. Aku tak pernah sesemangat itu sebelumnya. Dan yaa, sedikit banyaknya aku berterima kasih kepada temanku untuk ikut bergabung disana, yang mungkin sekarang bisa dibilang tempat ternyaman.
Sesungguhnya pemikiranku mulai terbuka kala memasuki dunia mahasiswa.  Aku  dituntut peka terhadapat isu-isu yang bersikulasi di masyarakat. Dan di kala pandemi ini, saat jiwa yang terlampau lelah dan banyaknya keluhan silih berganti masuk ketelinga, banyak pelajaran yang kudapatkan.
Hidup tak melulu tentang aku saja. Itu yang pokok dan utama. Ego takkan pernah menyelesaikan masalah. Menjadi dewasa adalah sebuah proses dalam setiap kehidupan, tak memandang kamu muda atau tua. Aku mulai mengerti makna ayat bahwa Allah tak pernah menguji suatu kaum melebihi batas kesanggupannya. Suntuk mulai berganti menjadi syukur dan ego mulai berganti menjadi peduli. Walau tak mudah, jika niat sudah dihati pasti akan dipermudah jalannya.
 Biodata Penulis  
Nama   : Dinda Ramadhani
Nama Panggila: Dinda
Tempat/Tanggal Lahir : Medan, 28 Desember 1999
Alamat : Jl. Enggang III No 130, Perumnas Mandala, Medan.
Hobi    : Membaca dan Menyanyi
Institut ; Universitas Negeri Medan
Jurusan ; Fisika 
Stambuk ; 2018 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

PUISI DAKWAH : Amanah Ikatan Janji

TAKBIR RAMADHAN #3