Kekuatan Doa: ‘Jurus Sakti Selama Pandemi’ (Cerita Inspiratif) #9
Oleh ; Rizky Wahyudi
Kekuatan Doa: ‘Jurus Sakti Selama Pandemi’
Dimasa pandemi ini banyak sekali cerita
yang bisa kita bagikan kepada orang-orang sekitar yang tentunya kita berharap
cerita tersebut dapat mendorong pembaca atau pendengarnya mendapatkan ilham
dari kisah yang kita bagikan tersebut. Kemarin aku sempat merasakan tekanan
ketika mendengar kabar bahwa kuliah akan dilaksanakan dari rumah dengan metode
belajar dalam jaringan atau biasa disebut dengan daring. Betapa tidak untuk orang dengan tipe visual kinestetik seperti
aku, menerima pembelajaran tanpa tatap muka langsung dengan seorang pendidik adalah mimpi buruk.
Alih-alih dapat ilmu baru dalam menggunakan software belajar daring yang biasa
digunakan, aku malah kesulitan dalam menerima materi yang tidak benar-benar
disampaikan oleh dosen karena materi tersebut hanya diberikan dalam bentuk file
tetapi tidak dijelaskan secara audio maupun
visual.
Seiring berjalan waktu aku setidaknya
mulai terbiasa dengan urusan menggunakan aplikasi belajar online maupun
kebiasaan kirim-mengirim file tugas kuliah dalam bentuk dokumen, video, maupun
file arsip. Ternyata tidak semua masalah itu buruk jika kita menyikapinya dengan benar, pikirku saat itu.
Karena dibalik aku yang tadinya gagap teknologi ini, ternyata sekarang sudah bisa sedikit mengerti menggunakan komputer sendiri tanpa bantuan dari teman
seperti saat sebelumnya. Tak sampai disitu, kemarin aku
galau ketika mendaftar beasiswa dari salah satu yayasan zakat terbesar di
Indonesia. Ketika mendaftar memang berkas-berkas yang dibutuhkan dikirim dalam
bentuk softcopyke email pihak pemberi beasiswa. Namun, masalah muncul
ketika aku dinyatakan lulus ketahap selanjutnya yaitu tahap wawancara. Disitu
aku mulai bimbang karena ada isu yang mengatakan bahwa wawancara akan dilakukan
secara online dengan menggunakan aplikasi meeting yang banyak tersedia
secara gratis di toko aplikasi.
Beberapa hari sebelum wawancara aku
mulai khawatir tidak bisa mengikuti wawancara dengan baik sedangkan aku berada
diposisi dimana aku sangat membutuhkan beasiswa tersebut untuk memenuhi
kebutuhan selama kuliah. Aku berpikir mulai dari hal-hal teknis seperti masalah
sinyal yang sering dikeluhkan oleh orang-orang di kampungku, belum lagi masalah
kondisi rumahku yang selalu ramai dengan kebisingan yang memekakan telinga yang
datang dari dua keponakanku. Setiap kali aku membuka laptop, mereka selalu
mengganggu dan bertanya ini itu dan hal tersebut membuatku khawatir. Bukankah
wawancara butuh fokus ekstra tanpa gangguan teknis
seperti sinyal atau suara berisik
apalagi wawancara ini dilakukan dengan pihak pemberi beasiswa yang kita
tahu mereka menjunjung tinggi yang namanya etika. Lagi-lagi Allah SWT berpihak padaku
ketika malam itu aku mendapati sebuah pesan dari pihak pemberi beasiswa bahwa
wawancara akan dilakukan secara langsung dengan mengikuti protokol kesehatan.
Setelah ketakutan lama sirna, muncul
ketakutan baru yang aku pikirkan ketika akan mengikuti wawancara secara
langsung. Ketakutan-ketakutan seperti izin dari orangtua karena tidak mudah
bagiku untuk meyakinkan orangtua supaya aman dan baik-baik saja selama aku
melakukan mobilisasi ke kota orang. Belum lagi masalah keamanan selama
diperjalanan ditengah pandemi serta kondisi kos ku yang tidak bisa ditinggali
untuk sementara karena alasan-
alasan tertentu dari pemilik kos tersebut dan masalah-masalah lain yang
sejujurnya membuat aku ingin pasrah dan menyerah pada kondisi dengan berharap
rezeki lain akan datang setelah ini.
Hari berjalan dan waktu wawancara
semakin dekat, aku memberanikan diri untuk bertanya dan meminta izin kepada
orangtua untuk melakukan wawancara di luar kota dengan keadaan seperti ini.
Sambil menangis menahan haru aku berterima kasih kepada kedua orangtuaku karena
mereka memberi izin aku untuk mengikuti wawancara tersebut dengan tak lupa
memberikan nasihat-nasihat memastikan aku baik-baik saja
selama disana. Sebenarnya aku tidak menceritakan kalau selama wawancara nanti
aku belum mempunyai tempat tinggal, takut ketika aku memberi tahu mereka malah
membuat mereka semakin berat melepaskanku untuk melakukan wawancara yang sudah
sedari lama aku persiapkan tersebut.
Singkat cerita ternyata ada teman
sekampung aku yang akan mengikuti wawancara dihari yang sama denganku. Hal itu
menjadi kabar baik bagiku karena dia menawarkan untuk tinggal bersamanya selama
aku berada disana untuk melakukan wawancara tersebut. Lagi-lagi aku bersyukur
kepada Tuhan disaat aku ingin menyerah atas hal yang sudah lama aku impikan
yang karena kondisi ditengah pandemi ini menjadi terhambat, Ia selalu punya
cara ajaib yang membuat aku berdecak kagum sembari bersyukur karena masih
banyak nikmatNya yang belum aku syukuri dibanding masalah yang Ia beri
kepadaku.
Setelah beberapa hari, tibalah saatnya
aku melakukan wawancara dengan bekal beberapa sertifikat penunjang dan kesiapan
mental ditengah pandemi tapi sakral bagiku karena wawancara dilakukan pada saat
bulan puasa. Setelah wawancara selesai dilaksanakan aku pun pulang dengan
membawa harapan dan tak lupa menceritakan secaara detail kejadian pada saat
wawancara kepada orangtua. Hari berlalu, tibalah saat pengumuman akhir setelah
wawancara. Dengan tangan gemetar, duduk disamping orangtua sambil menahan
tangis yang sewaktu- waktu bisa pecah akhirnya dokumen pengumuman kelulusan
tersebut aku buka dan ternyata namaku ada dari lima puluh penerima lainnya. Aku
dan orangtua tak henti-hentinya mengucapkan syukur karena perjuanganku yang
berat terbayar dengan kelulusan aku sebagai penerima beasiswa tersebut.
Akhir kata, aku mau menyampaikan nasihat
dan motivasi dari cerita inspirasi yang aku tulis tersebut. Aku tadinya melihat
sesuatu dengan satu sisi saja sehingga kadang aku lupa bersyukur kalau nikmat
Tuhan tak sebanding dengan masalah yang dia berikan. Kuliah secara daring
ternyata dapat membuat berkurangnya kadar gagap teknologi aku, dan masalah
beasiswa jika tadinya aku menyerah dan pasrah begitu saja terhadap keadaan, aku
tidak akan merasakan manisnya kesuksesan ketika namaku tercantum menjadi salah
satu awardee dalam beasiswa tersebut. Aku selalu
percaya bahwa Tuhan punya skenario
yang indah asal kita percaya
padanya dan menyerahkan semua padanya. Tidak lupa juga restu dan doa
orangtua yang sangat sakral dan membantu aku dalam menggapai impian-impianku selanjutnya.
Kita memang belum bisa membalas kebaikan
orangtua kepada kita, tetapi setidaknya kita jangan membuat mereka kecewa
terhadap kita dengan cara rajin belajar dan terus berusaha menggapai mimpi
yang positif bagi
diri kita. Akhiruulkalam, Fastabiqol Khairot,
Wassalammu’alaykumwarahmatullahiwabarakatuh.
Biodata Penulis
Nama : RIZKY WAHYUDI
NIM : 3193121012
TTL :
Lima-Laras, 23 Juni 2000
Jurusan :
Pendidikan Sejarah
Alamat : Jl.
Istana Dsn IV Desa Mekar Laras, Batubara

Komentar
Posting Komentar