Lock Down Doesn't Make Me Down (Cerita Inspiratif) #4





Oleh ; Siti Aisyah Hapsari

LOCKDOWN DOESN’T MAKE ME DOWN


Lockdown adalah sebuah kata yang kerap berlalu lalang di indera pendengaran semenjak si mungil corona memindahkan takhtanya dari Wuhan. Tak main-main, ia dan bala tentaranya memporakporandakan hampir seluruh Negara. Karenanya, mayoritas penduduk dirumahkan sehingga harus bekerja dari rumah (WFH) dan bersekolah dari rumah (SFH). Hal itu pastinya berdampak bagiku sebagai seorang pelajar, yakni menimba ilmu secara virtual. Begitu surat edaran mengenai kuliah secara online dideklarasikan, banyak teman-temanku yang pulang ke kampung halaman. Tapi tidak denganku, aku tetap tinggal di Medan bersama teman kosku yang berbeda almamater. Bukan tak merindu, namun demi memperjuangkan kontinuitas pembelajaran. Maklumlah, aku berdomisili di desa yang berkategori pelosok sehingga susah mendapatkan jaringan.
Selama lockdown, bukan berarti membuatku kerap rebahan atau make me  down.  Banyak hal yang bisa dilakukan untuk meningkatkan produktivitas, misalnya berbagi. Berbagi yang kulakukan terdiri dari dua versi. Pertama ialah menulis. Ya, berbagi tak semata-mata mengenai materi. Bagiku berbagi bisa melalui tulisan. Dengan suguhan kisah yang berbentuk deretan huruf vokal dan konsonan dengan kemasan gagasan yang apik mungkin dapat menginsipirasi pembaca. Aku ingin menjadi penulis hebat seperti Pramoedya Ananta Toer, seorang novelis abad 20 yang belakangan karyanya seperti Bumi Manusia digandrungi oleh kaum millennial dan diadaptasikan menjadi sebuah film. Kutipan nasehatnya sangat memotivasi semangat menulisku yang terus berfluktuasi antara bergairah dan stagnan. Sebuah kutipan yang tak asing lagi yakni ; “Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang dalam masyarakat dan dari sejarah. Menulis adalah bekerja untuk keabadian.” Selain itu Juga ada penulis termahsyur seperti ulama besar Imam Al-Ghazali yang tulisannya telah lama namun masih relevan dengan keilmuan hingga kini. Begitupula dengan Habiburrahman El- Shirazy yang karyanya bernuansa islami. Ya aku ingin seperti mereka.
Selama waktu senggang aku mengikuti berbagai kompetisi kepenulisan seperti lomba cipta cerpen, puisi, maupun quotes. Tidak gampang, namun aku hanya perlu mengumpulkan  niat dan juga langsung mengeksekusi setiap ide yang berhamburan di kepala. Perjuangan menulisku ternyata berbuah manis. Meski tak menyabet predikat juara, namun aku menjadi kontributor terpilih dan karyaku turut di bukukan dalam antologi puisi yang bertajuk “Selepas Deras” , “Raungan Meratus” dan “Luka” yang diselenggarakan oleh Indonesia Berani Menulis dari Kota Kediri, Opchan, dan juga Azizah Publishing dari Kota Malang serta menjadi top 6 lomba cipta cerpen ramadhan yang diselenggarakan oleh UKMI Arrahman FT  Unimed.  Banyak manfaat yang kudapat dari menulis, seperti kepuasan batin, serta freshnya pemikiran karena kerap dirangsang. Selain itu aku juga bergabung dengan grup kepenulisan yang pesertanya berasal dari berbagai daerah di setiap sudut negeri. Saling berkenalan dan sharing mengenai dunia kepenulisan. Asyik bukan?

Nah, berbagi di masa pandemi versiku yang kedua ialah membagikan takjil di waktu ramadhan bersama temanku di sekitaran kos-kosan. Ya, mesti hanya beberapa rumah dan masakan yang tak mewah, namun Insyaa Allah kami bisa membuat wajah mereka sumringah. Sedih dan sangat menginspirasi, melihat wajah-wajah penuh rasa terima kasih atas pemberian kami yang tak seberapa. Dari situ kami tersadar, ternyata jika kita peka untuk mengamati sekeliling, masih banyak orang yang membutuhkan kontribusi kita. Walaupun itu tak seberapa seperti makanan, tapi setidaknya kita telah menjalankan peran dan fungsi sebagai pemuda. Berbaur di masyarakat dan menebar kebermanfaatan. Menjadi pemuda yang berperan, bukan baperan. Dengan melihat sekeliling kita juga dapat merefleksi diri.
Ya, aku tak begitu mengindahkan pandemi yang menjadi polemik. Yang  harus  kulakukan adalah terus melakukan kegiatan produktif versiku, seperti berbagi baik melalui tulisan  atau  hal-hal  kecil dengan  orang-orang  sekeliling  karena khairunnas anfa’uhumlinnas.                        
Jika tak bisa memberantas pandemi, setidaknya kita mengubah paradigma diri sendiri, bahwa pandemi dapat dimanfaatkan untuk hal-hal yang mampu mengasah potensi dan mengupgrade diri. Ya, meski raga dirumahkan namun fikiran tak mati untuk berkreasi. Tangan tak akan betah untuk bersembunyi tanpa berbagi. Lockdown doesn’t make me down.
Biodata Penulis 

Nama saya adalah Siti Aisyah Hapsari. Akrab di panggil Aisyah. Dilahirkan di Sei Kopas, Kecamatan Bandar Pasir Mandoge, Kabupaten Asahan, 21 tahun yang lalu. Merupakan mahasiswi Program Studi Pendidikan IPA stambuk 2018. Selain kuliah, saya mengajar les dan sekarang mulai bergabung dengan UKMI Ar-rahman.

 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

PUISI DAKWAH : Amanah Ikatan Janji

TAKBIR RAMADHAN #3